11 Jun 2017

Ketika "Gunung Kaitaka” di Bongkar

Oleh : Methu Cs Badii
Program pemerinta pusat untuk provinsi Papua yaitu  membuat ”jalan trans” tujuannya mengurangi kesenjangan antar wilayah, banyak jalan trans sedang buat di tujuh wilayah adat papua, salah satunya adalah  Jalan trans Timika  ke  Nabire, hingga tahun 2017 belum selesai, masih  dikerjaan dan tidak tahu kapan baru  tembus ke wilayah Meepago

Jalan tersebut sudah kerjakan dengan alat berat, sebagiannya sedang ratakan sebagian besar sudah Aspal, jalan dari arah timika dan dari deiyai belum ketemu, masih kandas di  gunung kaitaka, kaitaka adalah sebuah gunung yang melintang luas antara Kabupaten Mimika dan Kabupaten Deiyai dan Paniai.

diatas gunug ”kaitaka” pada malam hari sering  padam dan nyala lampu seperti  lampu”petromaks”  tampak dari tigi barat, dulu orang tua biasa katakan ”kouko mogopaka pito” artinya ”lampu dari tembagapura” pada hal  tidak, gunung tembagapura dan gunung kaitaka jaraknya jauh.

banyak orang berharap agar jalan  tersebut, cepat kerjakan atau cepat tembus, supaya  bisa melintas ke Deiyai, Paniai, Dogiyai dan ke Nabire dengan motor dan mobil pribadinya.

tapi sayangnya kontraktor yang kerjalan projek jalan itu, sulit tembus karena dihalangi oleh sesuatu dalam gunung tersebut, excavator milik kontraktor berusaha bongkar gunug ”kaitaka” tapi tidak mampu tembus, katanya harus ada dinamik untuk bom batu raksasa dan usir eniya (penunggu) yang jaga gunung tersebut.

dengan alat ”dinamik”pernah  boom tiga kali, namun tidak berhasil runtuhkan, katanya penunggu (eniya) yang jaga gunung lebih kuat dibandingkan kekuatan dinamik yang gempur batu raksasa itu.

Memang agak sulit tembus gunug tersebut, dengan alat berat milik kontraktor, berupaya kerjakan pelan-pelan, katanya sekarang tinggal sedikit lagi baru akan tembus, dan tersambung jalan antar kabupaten tersebut. 

kalau jalan sudah tersambung, tentu banyak orang merasa senang, karena selama ini, kalau mau  ke kampung  biasa  lewat pesawat, keluarkan biaya jutaan rupiah untuk uang tiket, berangkat juga tidak menentu karena harus menyesuaikan suaca.

tapi kalau jalan darat ongkosnya kurang dari ongkos pesawat,  karena kapan saja bisa berangkat tanpa ada pertimbangan suaca, jaraknya juga dekat kalau naik pesawat butuh 25 menit, tapi kalau jalan darat pake mobil diperkirakan paling lama 3 jam atau lebih, kalau dengan motor dua jam lebih bisa sampai di Deiyai, paniai dan pulang kembali ke Timika.

pulang dan pergi dari timika ke beberapa daerah di Meuwodide itu sudah pasti,  tapi bagimana dengan cerita nubuatan tentang “gunung kaitaka” yang diturunkan oleh pendahulu (orang tua) secara lisan kepada Suku Mee. 

Kaitaka dimi kou kebaitaida makeko, enama peuma wiya” artinya  ketika gunung kaitaka di bongkar akan ada baik dan buruk” nubuatan tersebut belakangan ini, menjadi tren topik ditengah masyarakat Mee, setelah dengar bahwa jalan dari timika ke Deiyai sudah sampai di gunung kaitaka.

Kalau  gunung sudah bongkar  berarti,  kita suku Mee sudah siap sambut kabar  baik (ena mana) dan kabar buruk (Peu mana) menggenapi cerita nubuatan pendahulu tersebut, kabar baik  bagi mereka yang berbuat baik, dan kabar buruk bagi mereka yang berbuat buruk. tergantung perbuatan  kita selama ini.

 perbuatan baik akan mengantar kita ke pembebasan, tapi perbuatan buruk akan mencelakakan kita, kita sudah berada dalam situasi dimana harus terima penggenapan dari  nubuatan”Enama,Peuma wiya” setelah gunung kaitaka dibongkar.

Penulis adalah Aktivis dan Jurnalis Warga