Program pemerinta pusat untuk provinsi
Papua yaitu membuat ”jalan trans” tujuannya
mengurangi kesenjangan antar wilayah, banyak jalan trans sedang buat di tujuh
wilayah adat papua, salah satunya adalah
Jalan trans Timika ke Nabire, hingga tahun 2017 belum
selesai, masih dikerjaan dan tidak tahu
kapan baru tembus ke wilayah Meepago
Jalan tersebut sudah kerjakan dengan
alat berat, sebagiannya sedang ratakan sebagian besar sudah Aspal, jalan dari
arah timika dan dari deiyai belum ketemu, masih kandas di gunung kaitaka,
kaitaka adalah sebuah gunung yang melintang luas antara Kabupaten Mimika dan
Kabupaten Deiyai dan Paniai.
diatas gunug ”kaitaka” pada malam hari sering
padam dan nyala lampu seperti lampu”petromaks” tampak dari tigi barat, dulu orang tua biasa
katakan ”kouko mogopaka pito” artinya ”lampu dari tembagapura” pada hal
tidak, gunung tembagapura dan gunung kaitaka jaraknya jauh.
banyak orang berharap agar jalan
tersebut, cepat kerjakan atau cepat tembus, supaya bisa melintas ke
Deiyai, Paniai, Dogiyai dan ke Nabire dengan motor dan mobil pribadinya.
tapi sayangnya kontraktor yang kerjalan
projek jalan itu, sulit tembus karena dihalangi oleh sesuatu dalam gunung
tersebut, excavator milik kontraktor berusaha bongkar gunug ”kaitaka” tapi
tidak mampu tembus, katanya harus ada dinamik untuk bom batu raksasa dan usir
eniya (penunggu) yang jaga gunung tersebut.
dengan alat ”dinamik”pernah boom tiga
kali, namun tidak berhasil runtuhkan, katanya penunggu (eniya) yang jaga gunung
lebih kuat dibandingkan kekuatan dinamik yang gempur batu raksasa itu.
Memang agak sulit tembus gunug
tersebut, dengan alat berat milik kontraktor, berupaya kerjakan pelan-pelan,
katanya sekarang tinggal sedikit lagi baru akan tembus, dan tersambung jalan
antar kabupaten tersebut.
kalau jalan sudah tersambung, tentu
banyak orang merasa senang, karena selama ini, kalau mau ke kampung
biasa lewat pesawat, keluarkan biaya jutaan rupiah untuk uang
tiket, berangkat juga tidak menentu karena harus menyesuaikan suaca.
tapi kalau jalan darat ongkosnya kurang
dari ongkos pesawat, karena kapan saja
bisa berangkat tanpa ada pertimbangan suaca, jaraknya juga dekat kalau naik
pesawat butuh 25 menit, tapi kalau jalan darat pake mobil diperkirakan paling
lama 3 jam atau lebih, kalau dengan motor dua jam lebih bisa sampai di Deiyai,
paniai dan pulang kembali ke Timika.
pulang dan pergi dari timika ke beberapa
daerah di Meuwodide itu sudah pasti, tapi bagimana dengan cerita nubuatan
tentang “gunung kaitaka” yang diturunkan oleh pendahulu (orang tua) secara
lisan kepada Suku Mee.
“Kaitaka
dimi kou kebaitaida makeko, enama peuma wiya” artinya ketika gunung
kaitaka di bongkar akan ada baik dan buruk” nubuatan tersebut belakangan ini, menjadi tren topik ditengah
masyarakat Mee, setelah dengar bahwa jalan dari timika ke Deiyai sudah sampai
di gunung kaitaka.
Kalau gunung sudah bongkar berarti, kita suku Mee sudah siap sambut kabar baik (ena mana) dan kabar buruk (Peu mana)
menggenapi cerita nubuatan pendahulu tersebut, kabar baik bagi mereka yang berbuat baik, dan kabar buruk
bagi mereka yang berbuat buruk. tergantung perbuatan kita selama ini.
perbuatan baik akan mengantar kita ke
pembebasan, tapi perbuatan buruk akan mencelakakan kita, kita sudah berada
dalam situasi dimana harus terima penggenapan dari nubuatan”Enama,Peuma wiya” setelah gunung
kaitaka dibongkar.
Penulis adalah Aktivis dan Jurnalis
Warga